Monday, September 15, 2008

Askep Hernia

Hernia adalah : tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dincling rongga dimana organ tersebut seharusnya berada yang didalam keadaan normal tertutup.


Macam hernia :

Menurut lokalisasi / topografinya : hernia inguinalis, hernia umbilikalis, hernia femoralis.
Menurut isinya : hernia usus halus, hernia omentum.
Menurut terlihat atau tidaknya, bila terlihat disebut hernia externs, mis : hernia inguinalis, hernia scrotalis clan sebagainya, sedangkan bila ticlak terlihat dari luar disebut hernia interns, contohnya hernia diafragmatica, hernia foramen winslowi, hernia obturaforia.
Menurut kausanya : hernia kongenital, hernia traumatica, hernia insisional.
Menurut keadaan :

Hernia reponibilis : bila isi hernia dapat climasukkan kembali.
Hernia ireponibilis bila tidak dapat dimasukkan kembali.
Hernia inkarserata bila tidak dimasukkan kembali dan ada gangguan jalannya isi usus.
Hernia strangulate : bila ada gangguan sirkulasi ciarah.
Menurut Hama penemunya, seperti
Hernia petit, yaitu hernia didaerah lumbo sacral.
Hernia Spigelli, yaitu hernia yang terjadi pads linen semi sirkularis diatas penyilangan vasa epigastrika inferior pads muskulus rektus abdominatis bagian lateral.
Hernia richter, yaitu hernia dimana hanya sebagian dinding usus yang terjepit.
Beberapa hernia lainnya :
Hernia pantolan adalah hernia inguinalis & hernia femoralis yang terjadi pads satu sisi &
dibatasi oleh vasa epigastrika inferior.
Hernia scrotalis adalah hernia inguinalis yang isinya masuk ke scrotum secara lengkap.
Hernia littre adalah hernia yang isinya adalah divertikulum meckeli.

PATOFISIOLOGI

Kanalis inguinalis dalam kanal yang normal pads fetus. Pada bulan ke 8 dari kehamilan, terjadinya desensus vestikulorum melalui kanal tersebut.


Penurunan testis itu akan menarik peritoneum ke daerah scrotum sehingga terjadi tonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonea.


Bila bayi lahir umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi, sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut.


Tetapi dalam beberapa hal sering belum menutup, karena testis yang kiri turun terlebih dahulu dari yang kanan, maka kanalis inguinalis yang kanan lebih sering terbuka.


Dalam keadaan normal, kanal yang terbuka ini akan menutup pads usia 2 bulan. Bila prosesus terbuka sebagian, maka akan timbul hidrokel.


Bila kanalis terbuka terns, karena prosesus tidak berobliterasi maka akan timbul Hernia Inguinalis Lateral Kongenital.


Pada orang tua, kanalis tersebut telah menutup.


Namun karena daerah itu merupakan locus minoris resistensiae, maka pads keadaan yang menyebabkan tekanan, Intra -abdominal meninggi seperti batuk-batuk kronik, bersin yang kuat dan mengangkat barang-barang yang beret dan mengejan. Kanal yang sudah tertutup dapat terbuka kembali dan timbul Hernia Inguinalis Lateralis akvista karena terdorongnya suatu alai tubuh dan keluar melalui defek tersebut. Akhirnya menekan dinding rongga yang telah melemas oleh trauma, kehamilan, obesitas & kelainan kongenital dan dapat terjadi pads semua


Hernia Indirek merupakan tipe yang banyak dari biasanya paling banyak terjadi pada laki-laki. Sedangkan Hernia Direc lebih banyak terjadi pada orang tua. Hernia Umbilical dewasa kebanyakan pada wanita hamil dan kegemukan. Insisi Hernia banyak terjadi pada semua orang yang mengalami pembedahan.


PENGKAJIAN

Data Subyektif

Sebelum Operasi
Adanya benjolan diselangkangan/kemaluan.

Nyeri di daerah benjolan.

Mual, muntah, kembung.

Konstipasi.

Tidak nafsu makan.

Bayi menangis terns.

Pada saat bayi menangis/mengejan dan batuk­batuk kuat timbul benjolan.

Sesudah Operasi
Nyeri di daerah operasi.

Lemas.

Pusing.

Mual, kembung.


Data Obyektif

Sebelum Operasi
Nyeri bila benjolan tersentuh.

Pucat, gelisah.

Spasme otot.

Demam.

Dehidrasi.

Terdengar bising usus pada benjolan.

Sesudah Operasi
Terdapat luka pada selangkangan.

Puasa.

Selaput mukosa mulut keying.

Anak / bayi rewel.


Data Laboratorium

Darah

Leukosit > 10.000 - 18.000 /mm3.

Serum elektrolit meningkat.


Data Pemeriksaan Diagnostik - X.ray


Potensial Komplikasi

Terjadi perlekatan antara isi hernia dengan Binding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali.

Terjadi penekanan terhadap cincin hernia, akibat semakin banyaknya usus yang masuk, cincin hernia menjadi sempit & menimbulkan gangguan penyaluran isi usus.

Timbul edema bila terjadi obstruksi usus yang kemudian menekan pembuluh darah dan kemudian timbul nekrosis.

Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah dan obstipasi.

Bila inkarserata dibiarkan, maka lama kelamaan akan timbul edema sehingga terjadi penekanan pembuluh darah & terjadi nekrosis. Juga dapat terjadi bukan karena terjepit, melainkan ususnya terputar.

Bila isi perut terjepit dapat terjadi ; shock, demam, acidosis metabolik, abses.


PENATALAKSANAAN MEDIK
Operasi.

Pemberian obat-obatan.

Antibiotik.

Analgetik.


DIAGNOSA KEPERAWATAN, HASIL YANG DIHARAPKAN DAN RENCANA TINDAKAN

Sebelum Operasi
Diagnosa Keperawatan 1.

Nyeri berhubungan dengan adanya benjolan pads selangkangan.


Hasil yang diharapkan :

Nyeri berkurang sampai hilang secara bertahap.

Pasien dapat beradaptasi dengan nyerinya, Rencana tindakan :

Observasi tanda-tanda vital

Observasi keluhan nyeri, lokasi, jenis dan intensitas nyeri

Jelaskan penyebab rasa sakit, cars menguranginya.

Beri posisi senyaman mungkin bunt pasien.

Ajarkan tehnik-tehnik relaksasi = tarik nafas dalam.

Bed obat-obat analgetik sesuai pesanan dokter.

Ciptakan lingkungan yang tenang.


Diagnosa Keperawatan 2.

Kecemasan anak berhubungan dengan akan dilakukan tindakan pembedahan.


Hasil yang diharapkan :

Anak kooperatif dalam asuhan keperawatan.

Ekspresi wajah tenang.

Rencana tindakan :

Kaji tingkat kecemasan pasien.

Jelaskan prosedur persiapan operasi seperti pengambilan darah, waktu puasa, jam operasi.

Dengarkan keluhan anak.

Beri kesempatan anak untuk bertanya.

Jelaskan pads pasien tentang apa yang akan dilakukan di kamar operasi denga terlebih dahulu dilakukan pembiusan.

Jelaskan tentang keadaan pasien setelah dioperasi.


Diagnosa Keperawatan 3.

Kecemasan orang tua berhubungan dengan akan dilakukan tindakan pembedahan.


Hasil yang diharapkan :

Orang tua kooperatif dalam pendampingan perawatan.

Rencana tindakan

Kaji tingkat kecemasan orang tua.

Jelaskan prosedur persiapan operasi seperti pengambilan darah, waktu puasa, jam operasi.

Dengarkan keluhan orang tua.

Beri kesempatan orang tua untuk bertanya.

Jelaskan pads orang tua tentang apa yang akan dilakukan dikamar operasi dengan terlebih dahulu dilakukan pembiusan.

Jelaskan tentang keadaan pasien setelah dioperasi.


Diagnosa Keperawatan 4.

Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntuh.

Hasil yang diharapkan
Turgor kulit elastis.

Rencana tindakan

Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.

Puasakan makan & minum.

Timbang berat baclan anak tiap hari.

Kalau perlu pasang infus clan NGT sesuai program dokter.

Hindarkan makan clan minum yang merangsang mual atau muntah.

Observasi jumlah clan isi muntah.

Catat clan informasikan ke dokter tentang muntahnya.

Monitor clan catat cairan masuk clan keluar.


Sesudah Operasi

Diagnosa Keperawatan 1.

Nyeri berhubungan dengan luka operasi.


Hasil yang, diharapkan :

Nyeri berkurang, secara bertahap.

Rencana tindakan :

Kaji intensitas nyeri pasien.

Observasi tanda-tanda vital clan keluhan pasien.

Letakkan anak pads tempat tidur dengan teknik yang tepat sesuai dengan pembedahan yang dilakukan.

Berikan posisi tidur yang menyenangkan clan

aman.

Anjurkan untuk sesegera mungkin anak beraktivitas secara bertahap.

Berikan therapi analgetik sesuai program medis.

Lakukan tindakan keperawatan anak dengan hati-hati.

Ajarkan tehnik relaksasi.


Diagnosa Keperawatan 2.

Resiko Tinggi Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan muntah setelah pembedahan.


Hasil yang diharapkan

Turgor kulit elastis, tidak kering.

Mual clan muntah ticlak ada.

Rencana tindakan :

Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.

Monitor pemberian infus.

Beri minum & makan secara bertahaP.

Monitor tanda-tanda dehidrasi.

Monitor clan catat cairan masuk clan keluar.

Timbang berat badan tiap hari.

Catat dan informasikan ke dokter tentang muntahnya.


Diagnosa Keperawatan 3.

Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan luka operasi.


Hasil yang diharapkan

Luka operasi bersih, kering, tidak ada bengkak. tidak ada perdarahan.

Rencana tindakan :

Observasi keadaan luka operasi dari tanda­tanda peradangan : demam, merah, bengkak clan keluar cairan.

Rawat luka dengan teknik steril.

Jaga kebersihan sekitar luka operasi.

Beri makanan yang bergizi clan dukung pasien untuk makan.

Libatkan keluarga untuk menjaga kebersihan luka operasi clan lingkungannya.

Kalau perlu ajarkan keluarga dalam perawatan luka operasi.


Diagnosa Keperawatan 4.

Resiko Tinggi hypertermi berhubungan dengan infeksi pads luka operasi.


Hasil yang diharapkan :

Luka operasi bersih, kering, ticlak bengkak. ticlak ada perdarahan.

Suhu dalam batas normal (36-37°C)

Rencana tindakan :

Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.

Beri terapi antibiotik sesuai program medik.

Beri kompres hangat.

Monitor pemberian infus.

Rawat luka operasi dengan tehnik steril.

Jaga kebersihan luka operasi.

Monitor clan catat cairan masuk clan keluar.


Diagnosa Keperawatan 5.

Kurang pengetahuan tentang perawatan luka operasi berhubungan dengan kurang informasi.


Hasil yang diharapkan :

Orang tua mengerti tentang perawatan luka operasi.

Orang tua clapat memelihara kebersihan luka operasi clan perawatannya.

Rencana tindakan :

Ajarkan kepada orang tua cara merawat luka operasi & menjaga kebersihannya.

Diskusikan tentang keinginan keluarga yang ingin diketahuinya.

Beri kesempatan keluarga untuk bertanya.

Jelaskan tentang perawatan dirumah, balutan jangan basah & kotor.

Anjurkan untuk meneruskan pengobatan/ minum obat secara teratur di rumah, dan kontrol kembali ke dokter.


IMPLIKASI KEPERAWATAN
Pemeriksaan Laboratorium


Lekositosis

Diagnosis Keperawatan :

Potensial infeksi sekunder berhubungan dengan proses penyakit infeksi.

Implikasi Keperawatan

Periksa tanda vital, tanda-tanda & gejala­gejala infeksi clan peradangan.

Informasikan ke dokter bila terjadi perubahan kondisi pasien (suhu, nadi, pernafasan).

Obat-obatan


Anti infeksi (Antibiotik)

Pemakaian Umum

Pengobatan dan pencegahan infeksi oleh bakteri. Cara keria

Anti infeksi membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri (Bacteriostatik).

Bakteri Patogen yang rentan, tidak menghambat aktivitas virus atau jamur.

Anti infeksi terbagi dalam kategori-kategori, tergantung pads susunan kimia yang sama clan spektrum anti mikrobial.

Kontra Indikasi
Individu yang telah diketahui sangat sensitif terhadap golongan penisilin atau cephalosporin. Sebagai perhatian, perlu dilakukan modifikasi dosis pasien yang menderita insufisiensi ginjal & hepar.

Penggunaan "broad spectrum" anti infeksi dalam waktu lama dapat menyebabkan jamur menjadi genes atau bakteri resisters.


Implikasi Keperawatan

Pengkajian

Kaji tanda & gejala infeksi sebelum den selama terapi.

Menentukan hipersensitivitas pads pasien yang mendapat golongan penicillin atau cephalosporin.

Observasi tanda & gejala alergi terhadap antibiotik.

Informasikan pads dokter bile timbul reaksi alergi.


Kemungkinan Diagnose Keperawatan

Kurang pengetahuan tentang obat­obatan.

Ketidak patuhan dalam menjalani pengobatan.


Implementasi

Hampir semua antibiotik harus diberikan dalam Interval waktu yang sama dalam 24 jam, untuk mempertahankan kadar dosis teraupetik obat tersebut dalam serum.


Penyuluhan pasien / keluarga :

Ingatkan pasien agar meneruskan minum obat dalam interval waktu yang sama dalam 24 jam, sampai dosis obat tersebut habis, walaupun sudah merasa sembuh.

Menganjurkan pasien untuk melaporkan tanda-tanda infeksi sekunder (rasa tebal pads lidah, gatal pads alat kelamin atau faeses berbau khas) pads dokter.


Evaluasi

Dapat dievaluasi dengan hilangnya tanda & gejala infeksi.


Analgetik (non narkotik / Non Steroid)

Pemakaian Umum :

Obat kelompok ini digunakan untuk mengontrol nyeri ringan / sedang demam & berbagai kondisi peradangan seperti : Rhematoid, Arthiritis atau Osteoarthritis. Acetaminophen mempunyai kekuatan analgetik & antipiretik tetapi tidak efektif sebagai anti peradangan.


Cara keia

Kelompok besar dari non narkotik analgetik adalah anti peradangan dengan non steroid. Mekanisme dari analgetik adalah untuk menghalangi sintesa prostaglandin di susunan saraf pusat & vasodilatasi.


Kontra Indikasi :

Peka terhadap aspirin.

Golongan acetaminophen kurang aman bila dipakai oleh ibu-ibu hamil atau menyusui.


Pencegahan:

Penggunaan obat ini harus hati-hati pads pasien dengan riwayat peradangan gastrointestinal. Penyakit hati / ginjal / jantung yang berat & gangguan mass perdarahan juga pads wanita hamil.


Interaksi :

Golongan obat ini memperpanjang waktu perdarahan clan potensial mempengaruhi anti koagulan & trombolitik. Penggunaan obat yang lama clan kombinasi penukaran aspirin dapat menyebabkan meningkatnya efek sampingan pads saluran cerna & menurunkan efektivitas.


Implikasi Keperawatan :

Pengkajian :

Pasien dengan asma, alergi aspirin & poiip hidung beresiko menjadi peka terhadap reaksi obat tersebut.

Kaji rinitis, asma & urtikaria.

Kaji nyeri / sakit : lokasi intensitas sebelum & 1 jam setelah pemberian analgetik.


Kemungkinan Diagnosa Keperawatan :

Perubahan rasa nyaman : nyeri.

Gangguan mobilisasi fisik b.d. rasa nyeri.

Kurang pengetahuan b.d program. pengobatan.


Implementasi :

Jangan diberikan bersamaan dengan analgetik narkotika karena dapat menimbulkan efek ketagihan, bila diberikan juga, hanya dosis rendah.

Agar dapat memberikan efek analgetik yang cepat, berikan obat tersebut 30 menit sebelum makan atau 2 jam sesudah makan.

Untuk mengurangi iritasi lambung dapat diminum dengan susu, makanan atau antasida (reaksi ini lambat tetapi tidak mengurangi luasnya absorbsi).


Penyuluhan Pasien & keluarga :

Ingatkan pasien & keluarga agar minum obat secara teratur sesuai instruksi, bila lupa segera diminum. Tetapi bila waktunya berdekatan dengan waktu pemberian yang kedua, jangan diminum (hindari dosis ganda).

Obat analgetik dapat menyebabkan rasa kantuk atau pusing. Beritahu pasien untuk tidak melakukan aktivitas yang memerlukan konsentrasi/kewaspadaan sampai efek obat hilang.

Beritahu dokter bila merasa gatal, kemerahan, demam, kedinginan, pengli­hatan terganggu, tinitus, edema, tinja hitam, diare, atau sakit kepala.


Evaluasi

Rasa nyeri berkurang.


PENYULUHAN
Hasil yang ingin dicapai

Pasien clan keluarga dapat menjelaskan & mendemonstrasikan :

Kondisi & prosedur - Obat-obatan & terapi. - Aktivitas / perawatan diri.

Diet.

Tindak lanjut yang diperlukan.


Metode

Ceramah.

Diskusi.


Materi

Kondisi & prosedur

Pasien & keluarga diberi informasi mengenai kondisi saat ini, keluhan-keluhan yang dialami, seperti sakit pads daerah operasi, nyeri, sakit bila bergerak, perasaan mual, kadang muntah.

Informasikan tentang tindakan pengobatan & perawatan yang akan diberikan untuk mengatasi keluhan pasien setelah operasi.

Jelaskan pads pasien clan keluarga

Bila pasien mengalami sakit/nyeri pads daerah operasi, gunakan obat anti sakit yang tersedia.

Perasaan sakit pads daerah sekitar operasi adalah hal yang normal setelah operasi clan akan berkurang atau hilang setelah 2 - 3 hari. Informasikan pads dokter yang merawat bila terjadi peningkatan suhu tubuh beberapa hari setelah operasi.

Bila terjadi perdarahan segera bawa ke dokter yang merawat.

Usahakan tidak batuk keras untuk mencegah terjadinya perdarahan. Bila perlu minta obat batuk pads dokter yang merawat.


Obat-obatan dan terapi

Penyuluhan yang dibutuhkan adalah mengenai Hama obat, manfaat dosis, waktu, cara pemberian, efek samping, Berta keluhan ­keluhan yang harus dilaporkan.


Aktivitas / perawatan diri

Sesudah pengaruh narkose hilang, pasien dianjurkan mobilisasi secara bertahap, perawatan diri yang perlu diperhatikan adalah memelihara kebersihan luka operasi, jangan basah, kotor dan memperhatikan tanda-tanda infeksi pads daerah operasi. Batasi aktivitas / latihan yang berat.


Diet

Bila sudah sadar betul, pasien diperbolehkan makan & minum.

Tidak ada pantangan.


Tindak lanjut yang diperlukan

Sesuai dengan program medik pengontrolan untuk mengevaluasi penyembuhan luka dan melakukan konsultasi pads dokter yang merawat.

Askep Perubahan Sensori : Halusinasi

Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk

halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling

sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna.

Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yang

dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan

suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap
tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.
Persepsimerupakan respon dari reseptor sensoris terhadap stimulus esksternal,juga pengenalan dan pemahaman terhadap sensoris yang diinterpretasikan oleh stimulus yang diterima. Jika diliputi rasa kecemasan yang berat maka kemampuan untuk menilai realita dapat terganggu. Persepsi mengacu pada respon reseptor sensoris terhadap stimulus. Persepsi juga melibatkan kognitif dan pengertian emosional akan objek yang dirasakan. Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensori penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan.

Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alcohol dan substansi lingkungan.

Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien dirumah sakit jiwa Medan ditemukan 85% pasien dengan kasus halusinasi. Sehingga penulis merasa tertarik untuk menulis
kasus tersebut dengan pemberian Asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai
dengan evaluasi.


A. KONSEP DASAR GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

1. PENGERTIAN

a. Persepsi

Adalah proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu disadari dan dimengerti penginderaan/sensasi : proses penerimaan rangsang. Jadi gangguan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls dan stimulus eksternal. Dengan maksud bahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon dari luar dirinya.

Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara fantasi dan kenyataaan. Mereka dalap menggunakan proses pikir yang logis, membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan serta mengevaluasinya secara akurat. Jika ego diliputi rasa kecemasan yang berat maka kemampuan untuk menilai realitas dapat terganggu. Persepsi mengacu pada respon reseptor sensoris terhadap stimulus eksternal.

Misalnya sensoris terhadap rangsang, pengenalan dan pengertian akan perasaan seperti : ucapan orang, objek atau pemikiran. Persepsi melibatkan kognitif dan pengertian emosional akan objek yang dirasakan.

Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensoris dari pendengaran,

penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan. Gangguan ini dapat

bersifat ringan, berat, sementara atau lama. (Harber, Judith, 1987, hal

725)

b. Halusinasi

Merupakan salah satu gangguan persepsi, dimana terjadi pengalaman

panca indera tanpa adanya rangsangan sensorik (persepsi indra yang

salah). Menurut Cook dan Fotaine (1987), halusinasi adalah persepsi

sensorik tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi

tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem

penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan atau

pengecapan), sedangkan menurut Wilson (1983), halusinasi adalah

gangguan penyerapan/persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari

luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat

kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut

terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari

individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak

nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan.

2. E T I O L O G I

Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada

klien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan

delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan

alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi adapat juga terjadi dengan

epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi

juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang

meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik,

sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi

sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat

©2003 Digitized by USU digital library 3

keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi,

perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya

permasalahan pada pembicaraan.

Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun

banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis , psikologis ,

sosial budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan , biologis ,

pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.

3. PSIKOPATOLOGI

Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan

persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau

mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam

bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan

mengenai keadaan pasien sendiri atau yang dialamatkan pada pasien itu,

akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu.

Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap mendengar atau bicara-bicara

sendiri atau bibirnya bergerak-gerak.

Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori

yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik,

fisiologik dan lain-lain.Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga

yang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang dari

dalam tubuh ataupun dari luar tubuh.Input ini akan menginhibisi persepsi

yang lebih dari munculnya ke alam sadar.Bila input ini dilemahkan atau

tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada keadaan normal atau

patologis,maka materi-materi yang ada dalam unconsicisus atau preconscius

bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.

Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya

keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah retaknya

kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadi

diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.

4. MANIFESTASI KLINIK

Tahap I

! Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai

! Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara

! Gerakan mata yang cepat

! Respon verbal yang lambat

! Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan

Tahap II

! Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya

peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah

! Penyempitan kemampuan konsenstrasi

! Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan

untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.

Tahap III

! Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari

pada menolaknya

! Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain

©2003 Digitized by USU digital library 4

! Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik

! Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor,

ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk

Tahap IV

! Prilaku menyerang teror seperti panik

! Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain

! Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi,

menarik diri atau katatonik

! Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks

! Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

B. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI :

HALUSINASI

Klien yang mengalami halusinasi sukar untuk mengontrol diri dan sukar

untuk berhubungan dengan orang lain. Untuk itu perawat harus mempunyai

kesadaran yang tinggi agar dapat mengenal, menerima dan mengevaluasi

perasaan sendiri sehingga dapat menggunakan dirinya secara terapeutik dalam

memberikan asuhan keperawatan terhadap klien halusinasi perawat harus

bersikap jujur, empati, terbuka dan selalu memberi penghargaan namun tidak

boleh tenggelam juga menyangkal halusinasi yang klien alami. Asuhan

keperawatan tersebut dimulai dari tahap pengkajian sampai dengan evaluasi.

1. Pengkajian

Pada tahap ini perawat menggali faktor-faktor yang ada dibawah ini yaitu :

a. Faktor predisposisi.

Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang

dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.

Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya, mengenai faktor

perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu faktor

resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat

dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.

! Faktor Perkembangan

Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan

interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stress dan

kecemasan

! Faktor Sosiokultural

Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa

disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien di

besarkan.

! Faktor Biokimia

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan

adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh

akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia

seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP)

©2003 Digitized by USU digital library 5

! Faktor Psikologis

Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran

ganda yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan

mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan

gangguan orientasi realitas.

! Faktor genetik

Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui,

tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan

hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

b. Faktor Presipitasi

Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,

ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya

rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam

kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan

juga suasana sepi/isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya

halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan

yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.

c. Prilaku

Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,

perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurang

perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat

membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan

Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan

atas hakekat keberadaan seorang individu sebagai mahkluk yang dibangun

atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat

dilihat dari lima dimensi yaitu :

1. Dimensi Fisik

Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi

rangsang eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat

ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar

biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi

alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.

2. Dimensi Emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak

dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari

halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak

sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi

tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

3. Dimensi Intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu

dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego.

Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk

melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang

menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian

klien dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.

©2003 Digitized by USU digital library 6

4. Dimensi Sosial

Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan

adanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan

halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi

kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak

didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol

oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa

ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh

karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan

klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan

pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusakan klien

tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan

lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.

5. Dimensi Spiritual

Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga

interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang

mendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga proses

diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan keberadaannya dan

halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat

halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan kontrol kehidupan

dirinya.

d. Sumber Koping

Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu

dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping

dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan

masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu

seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan

mengadopsi strategi koping yang berhasil.

e. Mekanisme Koping

Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya

penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang

digunakan untuk melindungi diri

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Masalah yang dapat dirumuskan pada umumnya bersumber dari apa

yang klien perlihatkan sampai dengan adanya halusinasi dan perubahan yang

penting dari respon klien terhadap halusinasi.

Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin terjadi pad aklien dengan

halusinasi adalah sebagai berikut :

a. Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan

dengan halusinasi

b. Perubahan persepsi sensorik : halusinasi berhubungan dengan menarik diri

c. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

d. Defisit perawatan diri : Mandi/kebersihan berhubungan dengan

ketidakmampuan dalam merawat diri

e. Perubahan proses pikir : Waham berhubungan dengan harga diri rendah

kronis

f. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif berhubungan dengan koping

keluarga tak efektif

©2003 Digitized by USU digital library 7

g. Kerusakan komunikasi verbal

h. Gangguan pola tidur berhubungan dengan halusinasi

i. Koping individu tidak efektif

3. PERENCANAAN TINDAKAN

a. Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan

dengan halusinasi

Tujuan Umum : Tidak terjadi perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang

lain.

Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

2. Klien dapat mengenal halusinasinya

3. Klien dapat mengontrol halusinasinya

4. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya

5. Klien dapat menggunakan obat untuk mengontrol halusinasinya

Kriteria Evaluasi :

Klien dapat :

1. Mengungkapkan perasaannya dalam keadaan saat ini secara verbal

2. Menyebutkan tindakan yang biasa dilakukan saat halusinasi, cara

memutuskan halusinasi dan melaksanakan cara yang efektif bagi klien

untuk digunakan

3. Menggunakan keluarga untuk mengontrol halusinasi dengan cara sering

berinteraksi dengan keluarga

4. Menggunakan obat dengan benar

Intervensi :

1.1. Bina Hubungan saling percaya

1.1.1. Salam terapeutik

1.1.2. Perkenalkan diri

1.1.3. Jelaskan tujuan interaksi

1.1.4. Ciptakan lingkungan yang tenang

1.1.5. Buat kontrak yang jelas

1.2. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya

1.3. Dengarkan ungkapan klien dengan empati

1.4. Adakan kontak secara singkat tetapi sering secara bertahap (waktu

disesuaikan dengan kondisi klien)

1.5. Observasi tingkah laku : verbal dan non verbal yang berhubungan

dengan halusinasi

1.6. Jelaskan pada klien tanda-tanda halusinasi dengan menggambarkan

tingkah laku halusinasi

1.7. Identifikasi bersama klien situasi yang menimbulkan dan tidak

menimbulkan halusinasi, isi, waktu, frekuensi

1.8. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya saat

alami halusinasi.

2.1. Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan bila sedang

mengalami halusinasi.

3.1. Diskusikan cara-cara memutuskan halusinasi

3.2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan cara

memutuskan halusinasi yang sesuai dengan klien

3.3. Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok

©2003 Digitized by USU digital library 8

4.1. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga ketika mengalami

halusinasi

4.2. Lakukan kunjungan rumah : Diskusikan dengan keluarga tentang :

4.2.1 Halusinasi klien

4.2.2 Cara memutuskan kelompok

4.2.3 Cara merawat anggota keluarga halusinasi

4.2.4 Cara memodifikasi lingkungan untuk menurunkan kejadian

halusinasi

4.2.5 Cara memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan pada saat

mengalami halusinasi

5.1. Diskusikan dengan klien tentang manfaat obat untuk mengontrol

halusinasi

5.2. Bantu klien menggunakan obat secara benar

b. Perubahan persepsi sensorik : halusinasi berhubungan dengan menarik diri

Tujuan Umum : Klien mampu mengontrol halusinasinya

Tujuan Khusus :

1. Klien mampu membina hubungan saling percaya

2. Klien mampu mengenal prilaku menarik dirinya, misalnya menyebutkan

perilaku menarik diri

3. Klien mampu mengadakan hubungan/sosialisasi dengan orang lain :

perawat atau klien lain secara bertahap

4. Klien dapat menggunakan keluarga dalam mengembangkan

kemampuan berhubungan dengan orang lain

Kriteria Evaluasi :

1. Klien dapat dan mau berjabat tangan. Dengan perawat mau

menyebutkan nama, mau memanggil nama perawat dan mau duduk

bersama

2. Klien dapat menyebutkan penyebab klien menarik diri

3. Klien mau berhubungan dengan orang lain

4. Setelah dilakukan kunjungan rumah klien dapat berhubungan secara

bertahap dengan keluarga

Intervensi :

1.1. Bina hubungan saling percaya

1.1.1 Buat kontrak dengan klien

1.1.2 Lakukan perkenalan

1.1.3 Panggil nama kesukaan

1.1.4 Ajak klien bercakap-cakap dengan ramah

2.1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tandatandanya

serta beri kesempatan pada klien mengungkapkan

perasaan penyebab klien tidak mau bergaul/menarik diri

2.2. Jelaskan pada klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta

yang mungkin jadi penyebab

2.3. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaan

3.1. Diskusikan tentang keuntungan dari berhubungan

3.2. Perlahan-lahan serta klien dalam kegiatan ruangan dengan melalui

tahap-tahap yang ditentukan

3.3. Beri pujian atas keberhasilan yang telah dicapai

3.4. Anjurkan klien mengevaluasi secara mandiri manfaat dari

berhubungan

©2003 Digitized by USU digital library 9

3.5. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan klien mengisi

waktunya

3.6. Motivasi klien dalam mengikuti aktivitas ruangan

3.7. Beri pujian atas keikutsertaan dalam kegiatan ruangan

4.1 Lakukan kungjungan rumah, bina hubungan saling percaya dengan

keluarga

4.2 Diskusikan dengan keluarga tentang perilaku menarik diri, penyebab

dan cara keluarga menghadapi

4.3 Dorong anggota keluarga untuk berkomunikasi

4.4 Anjurkan anggota keluarga secara rutin menengok klien minimal

sekali seminggu

c. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

Tujuan Umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara

bertahap

Tujuan Khusus :

Klien dapat :

1. Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki

2. Menilai kemampuan diri yang dapat dipergunakan

3. Klien mampu mengevaluasi diri

4. Klien mampu membuat perencanaan yang realistik untuk dirinya

5. Klien mampu bertanggung jawab dalam tindakan

Kriteria Evaluasi :

1. Klien dapat menyebut minimal 2 aspek positip dari segi fisik

2. Klien dapat menyebutkan koping yang dapat digunakan

3. Klien dapat menyebutkan efektifitas koping yang dipergunakan

4. Klien mampu memulai mengevaluasi diri

5. Klien mampu membuat perencanaan yang realistik sesuai dengan

kemampuan yang ada pada dirinya

6. Klien bertanggung jawab dalam setiap tindakan yang dilakukan sesuai

dengan rencanan

Intervensi :

1.1. Dorong klien untuk menyebutkan aspek positip yang ada pada

dirinya dari segi fisik

1.2. Diskusikan dengan klien tentang harapan-harapannya

1.3. Diskusikan dengan klien keterampilannya yang menonjol selama di

rumah dan di rumah sakit

1.4. Berikan pujian

2.1. Identifikasi masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh klien

2.2. Diskusikan koping yang biasa digunakan oleh klien

2.3. Diskusikan strategi koping yang efektif bagi klien

3.1. Bersama klien identifikasi stressor dan bagaimana penialian klien

terhadap stressor

3.2. Jelaskan bahwa keyakinan klien terhadap stressor mempengaruhi

pikiran dan perilakunya

3.3. Bersama klien identifikasi keyakinan ilustrasikan tujuan yang tidak

realistik

3.4. Bersama klien identifikasi kekuatan dan sumber koping yang dimiliki

3.5. Tunjukkan konsep sukses dan gagal dengan persepsi yang cocok

3.6. Diskusikan koping adaptif dan maladaptif

3.7. Diskusikan kerugian dan akibat respon koping yang maladaptif

©2003 Digitized by USU digital library 10

4.1. Bantu klien untuk mengerti bahwa hanya klien yang dapat merubah

dirinya bukan orang lain

4.2. Dorong klien untuk merumuskan perencanaan/tujuannya sendiri

(bukan perawat)

4.3. Diskusikan konsekuensi dan realitas dari perencanaan/tujuannya

4.4. Bantu klien untuk menetpkan secara jelas perubahan yang

diharapkan

4.5. Dorong klien untuk memulai pengalaman baru untuk berkembang

sesuai potensi yang ada pada dirinya

5.1. Beri kesempatan kepada klien untuk sukses

5.2. Bantu klien mendapatkan bantuan yang diperlukan

5.3. Libatkan klien dalam kegiatan kelompok

5.4. Tingkatkan perbedaan diri pada klien didalam keluarga sebagai

individu yang unik

5.5. Beri waktu yang cukup untuk proses berubah

5.6. Beri dukungan dan reinforcement positip untuk membantu

mempertahankan kemajuan yang sudah dimiliki klien

d. Defisit perawatan diri : Mandi / kebersihan diri berhubungan dengan

ketidak mampuan dalam merawat diri

Tujuan Umum : Klien mampu melaksanakan perawatan diri dengan baik

sehingga penampilan diri adekuat

Tujuan Khusus :

Klien mampu :

1. Menjelaskan arti, tujuan, tanda-tanda kebersihan diri

2. Mengidentifikasi kebersihan dirinya

3. Menjelasakan cara-cara membersihkan dirinya

4. Melakukan perawatan diri dengan bantuan perawat

5. Melakukan perawatan diri secara mandiri

6. Memberdayakan sistem pendukung untuk meningkatkan perawatan diri

Kriteria Evaluasi :

Klien mampu :

1. Menyebutkan arti kebersihan diri

2. Menyebutkan tujuan kebersihan diri (untuk memelihara kesehatan

tubuh dan badan terasa segar/nyaman)

3. Menyebutkan tanda-tanda kebersihan diri : kulit tidak ada daki dan

tidak berbau, rambut tidak ada ketombe, kutu, tidak ada bau dan

tersisir rapi, kuku pendek dan bersih, mulut/gigi tidak bau, genitalia

tidak gatal dan mata tidak ada kotoran

4. Menilai keadaan kebersihan dirinya

5. Menyebutkan cara-cara membersihkan diri dari rambut sampai kaki

6. Mendemonstrasikan cara membersihkan diri secara benar dengan

bantuan perawat

7. Melakukan perawatan diri secara mandiri dengan benar dan tersusun

jadwal kegiatan untuk kebersihan diri

8. Keluarga mampu menyebutkan cara meningkatkan kebersihan diri klien

dan keluarga dapat membantu/terlibat aktif dalam memelihara

kebersihan diri

Intervensi :

1.1. Dorong klien untuk menyebutkan arti, tujuan dan tanda-tanda

kebersihan diri

©2003 Digitized by USU digital library 11

1.2. Diskusikan tentang arti, tujuan, tanda-tanda kebersihan diri

1.3. Dengarkan keluahan klien dengan penuh perhatian dan empati

1.4. Berikan pujian apabila klien menyebutkan secara benar

2.1. Bantu klien menilai kebersihan dirinya

2.2. Berikan pujian atas kemampuan klien menilai dirinya

3.1. Dorong klien menyebutkan alat-alat dan cara membersihkan diri

3.2. Diskusikan tentang alat-alat dan cara membersihkan diri

3.3. Menjelasakan cara-cara membersihkan diri

3.4. Melakukan perawatan diri dengan bantuan perawat

4.1. Demonstrasikan pada klien cara-cara membersihkan diri

4.2. Bimbing klien mendemonstrasikan kembali cara-cara membersihkan

diri

4.3. Dorong klien membersihkan diri sendiri dengan bantuan

4.4. Melakukan perawatan diri secara mandiri

5.1. Berikan kesempatan klien untuk membersihkan diri sendiri secara

bertahap sesuai dengan kemampuan

5.2. Dorong klien mengungkapkan manfaat yang dirasakan setelah

membersihkan diri

5.3. Beri penguatan positif atas perawatan klien

5.4. Bimbing klien membuat jadwal kegiatan untuk membersihkan diri

5.5. Bimbing klien membersihkan diri sesuai jadwal secara mandiri

5.6. Monitor kemampuan klien membersihkan diri sesuai jadwal

6.1. Diskusikan dengan keluarga tentang ketidakmampuan klien dalam

merawat diri

6.2. Diskusikan cara membantu klien membersihkan diri

6.3. Libatkan keluarga dalam perawatan kebersihan diri klien

6.3.1 Menyediakan alat-alat

6.3.2 Membantu klien membersihkan diri

6.3.3 Memonitor pelaksanaan jadwal

6.4. Beri pujian

e. Perubahan proses pikir : Waham somatis berhubungan dengan harga diri

rendah kronis

Tujuan Umum : Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa

merasa rendah diri

Tujuan Khusus :

1. Klien dapat memperluas kesadaran diri

2. Klien dapat menyelidiki dirinya

3. Klien dapat mengevaluasi dirinya

4. Klien dapat membuat rencana yang realistis

5. Klien mendapat dukungan keluarga yang meningkatkan harga dirinya

Kriteria Evaluasi :

1. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada dirinya setelah 1

kali pertemuan

2. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan tidak menjadi

halangan untuk mencapai keberhasilan

3. Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan yang sesuai dengan

kemampuannya setelah 1 kali pertemuan

4. Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialami setelah 1

kali pertemuan

©2003 Digitized by USU digital library 12

5. Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah dialami setelah 4 kali

pertemuan

6. Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai setelah 1 kali

pertemuan

7. Klien dapat membuat keputusan dan mencapai tujuan setelah 1 kali

pertemuan

8. Keluarga dapat menyebutkan tanda-tanda harga diri rendah :

! Mengatakan diri tidak berharga

! Tidak berguna dan tidak mampu

! Pesimis

! Menarik diri dari realita

9. Keluarga dapat berespon dan memperlakukan klien dengan harga diri

rendah secara tepat setelah 2 kali pertemuan

Intervensi :

1.1.1. Diskusikai dengan klien kelebihan yang dimiliknya

1.2.1. Diskusikan kelemahan yang dimilik klien

1.2.2. Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna,

semua memiliki kelebihan dan kekurangan

1.2.3. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutup dengan

kelebihan yang dimiliki

1.2.4. Anjurkan klien untuk lebih meningkatkan kelebihan yang

dimiliki

1.2.5. Beritahukan klien bahwa ada hikmah dibalik kekurangan

yang dimiliki

2.1.1. Diskusikan dengan klien ideal dirinya : Apa harapan

selama di RS, rencana klien setelah pulang dan apa citacita

yang ingin dicapai

2.1.2. Beri kesempatan klien untuk berhasil

2.1.3. Beri reinforcement positip terhadap keberhasilan yang

telah dicapai

3.1.1. Bantu klien mengidentifikasikan kegiatan atau keinginan

yang berhasil dicapai

3.1.2. Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan

tersebut

3.2.1. Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan

sebab-sebaba kegagalan

3.2.2. Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut

dan cara mengatasi

3.2.3. Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat

menjadi pelajaran untuk mengatasi kesulitan yang

mungkin terjadi dimasa yang akan datang

4.1.1. Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin dicapai

4.1.2. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan

kemampuan klien

4.1.3. Bantu klien memilih prioritas tujuan yang mungkin dapat

dicapainya

4.2.1. Beri kesempatan kepada klien untuk melakukan kegiatan

yang telah dipilih

4.2.2. Tunjukkan keterampilan atau keberhasilan yang telah

dicapai klien

4.2.3. Ikutsertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok

4.2.4. Beri reinforcement postif bila klien mau mengikuti

kegiatan kelompok

©2003 Digitized by USU digital library 13

5.1.1. Diskusikan dengan keluarga tanda-tanda harga diri

rendah

5.1.2. Anjurkan setiap anggota keluarga untuk mengenal dan

menghargai kemampuan tiap anggota keluarga

5.2.1 Diskusikan dengan keluarga cara berespons terhadap

klien dengan harga diri rendah seperti menghargai klien,

tidak mengejek, tidak menjauhi

5.2.2 Anjurkan pada keluarga untuk memberikan kesempatan

berhasil pada klien

5.2.3 Anjurkan keluarga untuk menerima klien apa adanya

5.2.4 Anjurkan keluarga untuk melibatkan klien dalam setiap

pertemuan keluarga

f. Penatalaksanaan regimen teraupetik inefektif berhubungan dengan ketidak

mampuan keluarga merawat klien

Tujuan Umum : Penatalaksanaan regimen teraupetik efektif

Tujuan Khusus :

1. Keluarga dapat mengetahui masalah yang ditemukan dalam merawat

klien di rumah dengan cara mengungkapkan perasaannya

2. Keluarga dapat mengambil keputusan untuk melakukan tindakan

kesehatan dalam merawat klien dengan mengidentifikasikan sumbersumber

koping yang dimiliki

3. Keluarga dapat menggunakan koping yang telah dipilih dalam merawat

anggota keluarga yang sakit

4. Keluarga dapat memodifikasi lingkungan keluarga yang sehat dalam

merawat klien di rumah

5. Keluarga dapat memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada

di masyarakat

Kriteria Evaluasi :

1. Keluarga mengungkapkan perasaannya secara verbal

2. Keluarga mengidentifikasi sumber-sumber koping yang ada

3. Keluarga mengungkapkan secara verbal koping apa yang akan dipilih

4. Keluarga mengidentifikasi lingkungan yang sehat dalam merawat klien

5. Keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada

dimasyarakat.

Intervensi :

1.1. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga dan anggota

keluarga yang lain :

! Terima anggota keluarg apa adanya

! Dengarkan keluhan keluarga dengan empati

! Hindari respon mengkritik/menyalahkan saat keluarga

mengekspresikan perasaannya

1.2. Buat kontrak dengan keluarga untuk bertemu (home visite) yaitu :

! Jelaskan tujuan kunjungan

! Jelaskan identitas perawat

1.3. Dorong keluarga untuk mengespresikan perasaannya dalam

merawat klien

2.1. Diskusikan dengan keluarga tentang tindakan/koping yang selama

ini telah digunakan oleh keluarga

2.2. Beri reinforcement positip bila keluarga mengemukakan tindakan

positip dan berhasil

©2003 Digitized by USU digital library 14

2.3. Diskusikan dengan keluarga tentang alternatif koping

adaptif/sumber pendukung dalam menangani masalah perawatan

klien

3.1. Diskusikan dengan anggota keluarga cara yang selama ini yang

dilakukan dalam merawat klien

3.2. Berikan reinforcement positip setiap anggota keluarga

mengemukakan tindakan yang benar dan berhasil

3.3. Jelaskan pada keluarga tentang berbagai cara yang adaptif dalam

merawat klien seperti :

! Bersikap asertif

! Komunikasi terbuka

! Tidak bermusuhan/mengkritik

! Memenuhi kebutuhan klien yang masih dapat ditoleransi seperti :

pakaian, alat-alat kebersihan diri

! Libatkan klien dalam kegiatan keluarga

4.1. Motivasi keluarga untuk menerima klien apa adanya dengan cara :

! Tidak mengeluarkan kata-kata yang mengejek dan merendahkan

! Membantu klien dalam diskusi keluarga

! Menghargai klien dan memuji setiap usaha yang adaptif

4.2. Diskusikan dengan keluarga untuk menyediakan perlengkapan yang

diperlukan klien sehari-hari seperti :

! Peralatan kebersihan diri

! Alat-alat makan

! Usahakan tidak membedakan barang milik klien dengan anggota

keluarga yang lain

4.3. Diskusikan dengan keluarga untuk melatih kemampuan klien dalam

menyelesaikan masalah mulai dari yang sederhana sampai masalah

kompleks

5.1. Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas pelayanan kesehatan

yang ada dan sejauh mana keluarga telah memanfaatkannya

5.2. Jelaskan pada keluarga tentang kegunaan dan efek samping obat

serta pentingnya keteraturan minum obat

g. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan menarik diri

Tujuan Umum : Pasien dapat menunjukkan kemampuan dalam melakukan

komunikasi verbal dengan perawat dan sesama pasien

dalam suatu lingkungan sosial dengan cara yang tepat

Tujuan Khusus :

1. Pasien dapat menunjukkan kemampuan untuk bertahan pada satu topik

2. Pasien dapat menggunakan ketepatan kata

3. Pasien dapat melakukan kontak mata intermitten selama 5 menit

dengan perawat dalam waktu 1 minggu

Kriteria Evaluasi :

1. Pasien dapat berkomunikasi dengan cara mendapat dimengerti orang

lain

2. Pesan non verbal pasien sesuai dengan verbalnya

3. Pasien dapat mengetahui bahwa disorganisasi pikiran dan kelainan

komunikasi verbal terjadi pada saat adanya peningkatan ansietas

melakukan kontak kepada pasien untuk memutuskan proses.

©2003 Digitized by USU digital library 15

Intervensi :

1. Gunakan tehnik validasi dan klarifikasi untuk mengerti pola komunikasi

pasien

2. Pertahankan konsistensi perawat yang bertugas

3. Jelaskan kepada pasien dengan cara yang dapat mengancam

bagaimana prilaku dan pembicaraannya diterimia dan mungkin juga

dihindari oleh orang lain

4. Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien sampai pola komunikasi yang

memuaskan kembali

h. Gangguan pola tidur berhubungan dengan panik

Tujuan Umum : Pasien mampu tidur dalam 30 menit istirahat dan tidur 6-

8 jam tanpa alat bantu tidur saat pulang

Tujuan Khusus :

1. Klien mampu membina hubungan saling percaya

2. Klien mampu mengenal prilaku panik

3. Klien dapat tidur dalam 30 menit istirahat dan tidur 5 jam tanpa

terbangun

Kriteria Evaluasi :

1. Klien dapat tidur dalam 30 menit setelah istirahat

2. Klien dapat tidur paling sedikit 6 jam berturut-turut

3. Pasien dapat menggunakan sedatif untuk membantu tidur

Intervensi :

1. Buat catatan secara rinci tentang pola tidur pasien

2. Berikan obat-obatan anti psikotik sebelum tidur

3. Bantu dengan tindakan-tindakan yang dapat menambah waktu tidur,

kehangatan dan minuman yang tidak merangsang

4. Lakukan latihan relaksasi menggunakan musik yang lembut sebelum

tidur mungkin membantu

5. Batasi masukan minuman yang mengandung kafein

i. Koping individu tak efektif berhubungan dengan rendah diri

Tujuan Umum : Klien dapat mendemonstrasikan lebih banyak penggunaan

keterampilan koping adaptif yang dibuktikan oleh adanya

kesesuaian antara interaksi dan keinginan untuk

berpartisipasi dalam masyarakat

Tujuan Khusus :

1. Pasien akan mengembangkan rasa percaya kepada 1 orang perawat

dalam 1 minggu

Kriteria Evaluasi :

1. Klien dapat menilai situasi realistis dan tidak melakukan tindakan

proyeksi perasaannya dalam lingkungan tersebut

2. Klien dapat mengakui dan mengklarifikasi kemungkinan salah

interpretasi terhadap prilaku dan perkataan orang lain

3. Klien dapat berinteraksi secara kooperatif

Intervensi :

1. Bina hubungan saling percaya

2. Hindari kontak fisik

©2003 Digitized by USU digital library 16

3. Motivasi klien untuk mengatakan perasaan yang sebenarnya dan

perawat menghindari sikap penolakan terhadap perasaan marah pasien

4. Jangan berikan kegiatan yang bersifat kompetitif.

BAB.III

P E N U T U P

Berdasarkan uraian diatas mengenai halusinasi dan pelaksanaan asuhan

keperawatan terhadap pasien, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai

berikut :

1. Saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi

ditemukan adanya perilaku menarik diri sehingga perlu dilakukan pendekatan

secara terus menerus, membina hubungan saling percaya yang dapat

menciptakan suasana terapeutik dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang

diberikan.

2. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien khususnya dengan

halusinasi, pasien sangat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai sistem

pendukung yang mengerti keadaaan dan permasalahan dirinya. Disamping itu

perawat / petugas kesehatan juga membutuhkan kehadiran keluarga dalam

memberikan data yang diperlukan dan membina kerjasama dalam memberi

perawatan pada pasien. Dalam hal ini penulis dapat menyimpulkan bahwa

peran serta keluarga merupakan faktor penting dalam proses penyembuhan

klien.

Saran-saran

1. Dalam memberikan asuhan keperawatan hendaknya perawat mengikuti

langkah-langkah proses keperawatan dan melaksanakannya secara sistematis

dan tertulis agar tindakan berhasil dengan optimal

2. Dalam menangani kasus halusinasi hendaknya perawat melakukan

pendekatan secara bertahap dan terus menerus untuk membina hubungan

saling percaya antara perawat klien sehingga tercipta suasana terapeutik

dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang diberikan

3. Bagi keluarga klien hendaknya sering mengunjungi klien dirumah sakit,

sehingga keluarga dapat mengetahui perkembangan kondisi klien dan dapat

membantu perawat bekerja sama dalam pemberian asuhan keperawatan bagi

klien.

DAFTAR PUSTAKA

Directorat Kesehatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. Dep. Kes R.I. Keperawatan Jiwa. Teori

dan Tindakan Keperawatan Jiwa, Jakarta, 2000

Keliat Budi, Anna, Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa, EGC,

Jakarta, 1995

Keliat Budi Anna, dkk, Proses Keperawatan Jiwa, EGC, Jakarta, 1987

Maramis, W.F, Ilmu Kedokteran Jiwa, Erlangga Universitas Press, Surabaya, 1990

Rasmun, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan Keluarga, CV.

Sagung Seto, Jakarta, 2001.

Residen Bagian Psikiatri UCLA, Buku Saku Psikiatri, EGC, 1997

Stuart & Sunden, Pocket Guide to Psychiatric Nursing, EGC, Jakarta, 1998

Bronkitis Pada Anak

PENGERTIAN

Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti bahwa bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit lain tetapi bronkitis ikut memegang peran.( Ngastiyah, 1997 )

Bronkitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit tersendiri, tetapi biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran peranpasan atas atau bersamaan dengan penyakit saluran pernapasan atas lain seperti Sinobronkitis, Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma dan sebagainya (Gunadi Santoso, 1994)

Sebagai penyakit tersendiri, bronkitis merupakan topik yang masih diliputi kontroversi dan ketidakjelasan di antara ahli klinik dan peneliti. Bronkitis merupakan diagnosa yang sering ditegakkan pada anak baik di Indonesia maupun di luar negeri, walaupun dengan patokan diagnosis yang tidak selalu sama.(Taussig, 1982; Rahayu, 1984)

Kesimpangsiuran definisi bronkitis pada anak bertambah karena kurangnya konsesus mengenai hal ini. Tetapi keadaan ini sukar dielakkan karena data hasil penyelidikan tentang hal ini masih sangat kurang.

REVIEW ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN

Pernapasan adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Fungsi dari sistem pernapasan adalah untuk mengambil O2 yang kemudian dibawa oleh darah ke seluruh tubuh untuk mengadakan pembakaran, mengeluarkan CO2 hasil dari metabolisme .

Hidung

Merupakan saluran udara yang pertama yang mempunyai dua lubang dipisahkan oleh sekat septum nasi. Di dalamnya terdapat bulu-bulu untuk menyaring udara, debu dan kotoran. Selain itu terdapat juga konka nasalis inferior, konka nasalis posterior dan konka nasalis media yang berfungsi untuk mengahangatkan udara.

Faring

Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan. Terdapat di bawah dasar pernapasan, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Di bawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel getah bening.

Laring

Merupakan saluran udara dan bertindak sebelum sebagai pembentuk suara. Terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian epiglottis yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis.

Trakea

Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 – 20 cincin yang terdiri dari tulang rawan yang berbentuk seperti tapal kuda yang berfungsi untuk mempertahankan jalan napas agar tetap terbuka. Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, yang berfungsi untuk mengeluarkan benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernapasan.

Bronkus

Merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra thorakalis IV dan V. mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus kanan lebih besar dan lebih pendek daripada bronkus kiri, terdiri dari 6 – 8 cincin dan mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri terdiri dari 9 – 12 cincin dan mempunyai 2 cabang. Cabang bronkus yang lebih kecil dinamakan bronkiolus, disini terdapat cincin dan terdapat gelembung paru yang disebut alveolli.

Paru-paru

Merupakan alat tubuh yang sebagian besar dari terdiri dari gelembung-gelembung. Di sinilah tempat terjadinya pertukaran gas, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah.

KLASIFKASI

Bronkitis akut

Bronkitis akut pada bayi dan anak biasanya juga bersama dengan trakeitis, merupakan penyakit saluran napas akut (ISNA) yang sering dijumpai.

Bronkitis Kronik dan atau Batuk Berulang

Bronkitis Kronik dan atau berulang adalah kedaan klinis yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan gejala batuk yang berlangsung sekurang-kurangnya selama 2 minggu berturut-turut dan atau berulang paling sedikit 3 kali dalam 3 bulan dengan atau tanpa disertai gejala respiratorik dan non respiratorik lainnya (KONIKA, 1981). Dengan memakai batasan ini maka secara jelas terlihat bahwa Bronkitis Kronik termasuk dalam kelompok BKB tersebut. Dalam keadaan kurangnya data penyelidikan mengenai Bronkitis Kronik pada anak maka untuk menegakkan diagnosa Bronkitis Kronik baru dapat ditegakkan setelah menyingkirkan semua penyebab lainnya dari BKB.

ETIOLOGI

Penyebab utama penyakit Bronkitis Akut adalah adalah virus. Sebagai contoh Rhinovirus Sincytial Virus (RSV), Infulenza Virus, Para-influenza Virus, Adenovirus dan Coxsakie Virus. Bronkitis Akut selalu terjadi pada anak yang menderita Morbilli, Pertusis dan infeksi Mycoplasma Pneumonia. Belum ada bukti yang meyakinkan bahwa bakteri lain merupakan penyebab primer Bronkitis Akut pada anak. Di lingkungan sosio-ekonomi yang baik jarang terdapat infeksi sekunder oleh bakteri. Alergi, cuaca, polusi udara dan infeksi saluran napas atas dapat memudahkan terjadinya bronkitis akut.

Sedangkan pada Bronkitis Kronik dan Batuk Berulang adalah sebagai berikut :

Spesifik

Asma

Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronkitis).

Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi mycoplasma, hlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.

Penyakit paru yang telah ada misalnya bronkietaksis.

Sindrom aspirasi.

Penekanan pada saluran napas

Benda asing

Kelainan jantung bawaan

Kelainan sillia primer

Defisiensi imunologis

Kekurangan anfa-1-antitripsin

Fibrosis kistik

Psikis

Non-spesifik

Asap rokok

Polusi udara

PATOFISIOLOGI

Virus

(penyebab tersering infeksi) - Masuk saluran pernapasan - Sel mukosa dan sel silia - Berlanjut - Masuk saluran pernapasan(lanjutan) - Menginfeksi saluran pernapasan - Bronkitis - Mukosa membengkak dan menghasilkan lendir - Pilek 3 – 4 hari - Batuk (mula-mula kering kemudian berdahak) - Riak jernih - Purulent - Encer - Hilang - Batuk - Keluar - Suara ronchi basah atau suara napas kasar - Nyeri subsernal - Sesak napas - Jika tidak hilang setelah tiga minggu - Kolaps paru segmental atau infeksi paru sekunder (pertahanan utama) (Sumber : dr.Rusepno Hasan, Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, 1981)

TANDA DAN GEJALA

Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (1994), tanda dan gejala yang ada yaitu :

Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah

Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak

Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis

Pada paru didapatkan suara napas yang kasar

Menurut Ngastiyah (1997), yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang lama, yaitu :

Batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang menyebabkan klien murang istirahat

Daya tahan tubuh klien yang menurun

Anoreksia sehingga berat badan klien sukar naik

Kesenangan anak untuk bermain terganggu

Konsentrasi belajar anak menurun

KOMPLIKASI

Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik

Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan gizi kurang dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia

Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi

Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisi atau Bronkietaksis

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto Thorax : Tidak tampak adanya kelainan atau hanya hyperemia

Laboratorium : Leukosit > 17.500.

PENATALAKSANAAN

Tindakan perawatan

Pada tindakan perawatan yang penting ialah mengontrol batuk dan mengeluarakan lendir

Sering mengubah posisi

Banyak minum

Inhalasi

Nebulizer

Untuk mempertahankan daya tahan tubuh, setelah anak muntah dan tenang perlu diberikan minum susu atau makanan lain

Tindakan Medis

Jangan beri obat antihistamin berlebih

Beri antibiotik bila ada kecurigaan infeksi bakterial

Dapat diberi efedrin 0,5 – 1 mg/KgBB tiga kali sehari

Chloral hidrat 30 mg/Kg BB sebagai sedatif

PENCEGAHAN

Menurut Ngastiyah (1997), untuk mengurangi gangguan tersebut perlu diusahakan agar batuk tidak bertambah parah.

Membatasi aktivitas anak

Tidak tidur di kamar yang ber AC atau gunakan baju dingin, bila ada yang tertutup lehernya

Hindari makanan yang merangsang

Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, dan mandikan anak dengan air hangat

Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan

Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi

Endokarditis

Endokarditis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme pada endokard atau katub jantung. Infeksi endokarditid biasanya terjadi pada jantung yang telah mengalami kerusakan. Penyakit ini didahului dengan endokarditis, biasanya berupa penyakit jantung bawaan, maupun penyakit jantung yang didapat. Dahulu Infeksi pada endokard banyak disebabkan oleh bakteri sehingga disebut endokariditis bakterial. Sekarang infeksi bukan disebabkan oleh bakteri saja, tetapi bisa disebabkan oleh mikroorganisme lain, seperti jamur, virus, dan lain-lain.


Endokarditis tidak hanya terjadi pada endokard dan katub yang telah mengalami kerusakan, tetapi juga pada endokar dan katub yang sehat, misalnya penyalahgunaan narkotik perintravena atau penyakit kronik. Perjalanan penyakit ini bisa; akut, sub akut, dan kronik, tergantung pada virulensi mikroorganisme dan daya tahan penderita. Infeksi subakut hampir selalu berakibat fatal, sedangkan hiperakut/akut secara klinis tidak pernah ada, karena penderita meninggal terlebih dahulu yang disebabkan karena sepsis. Endokarditis kronik hampir tidak dapat dibuat diagnosanya, karena gejalanya tidak khas.





Etiologi


Endokarditis paling banyak disebabkan oleh streptokokus viridans yaitu mikroorganisme yang hidup dalam saluran napas bagian atas. Sebelum ditemuklan antibiotik, maka 90 - 95 % endokarditis infeksi disebabkan oleh strptokokus viridans, tetapi sejak adanya antibiotik streptokokus viridans 50 % penyebab infeksi endokarditis yang merupakan 1/3 dari sumber infeksi. Penyebab lain dari infeksi endokarditis yang lebih patogen yaitu stapilokokus aureus yang menyebabkan infeksi endokarditis subakut. Penyebab lainnya adalah streptokokus fekalis, stapilokokus, bakteri gram negatif aerob/anaerob, jamur, virus, ragi, dan kandida.





Faktor-faktor predisposisi dan faktor pencetus.


Faktor predisposisi diawali dengan penyakit-penyakit kelainan jantung dapat berupa penyakit jantung rematik, penyakit jantung bawaan, katub jantung prostetik, penyakit jantung sklerotik, prolaps katub mitral, post operasi jantung, miokardiopati hipertrof obstruksi.


Endokarditi infeksi sering timbul pada penyakit jantung rematik dengan fibrilasi dan gagal jantung. Infeksi sering pada katub mitral dan katub aorta. Penyakit jantung bawaan yang terkena endokarditis adalah penyakit jantung bawaan tanpa ciyanosis, dengan deformitas katub dan tetralogi fallop. Bila ada kelainan organik pada jantung, maka sebagai faktor predisposisi endokarditis infeksi adalah akibat pemakaian obat imunosupresif atau sitostatik, hemodialisis atau peritonial dialisis, serosis hepatis, diabetis militus, penyakit paru obstruktif menahun, penyakit ginjal, lupus eritematosus, penyakit gout, dan penyalahan narkotik intravena.


Faktor pencetus endokarditis infeksi adalah ekstrasi gigi atau tindakan lain pada gigi dan mulut, kateterisasi saluran kemih, tindakan obstretrik ginekologik dan radang saluran pernapasan.





Patofisiologi


Kuman paling sering masuk melalui saluran napas bagian atas selain itu juga melalui alat genital dan saluran pencernaan, serta pembuluh darah dan kulit. Endokard yang rusak dengan permukaannya tidak rata mudah sekali terinfeksi dan menimbulakan vegetasi yang terdiri atas trombosis dan fibrin. Vaskularisasi jaringan tersebut biasanya tidak baik, sehingga memudahkan mikroorganisme berkembang biak dan akibatnya akan menambah kerusakan katub dan endokard, kuman yang sangat patogen dapat menyebabkan robeknya katub hingga terjadi kebocoran. Infeksi dengan mudah meluas ke jaringan sekitarnya, menimbulkan abses miokard atau aneurisme nekrotik. Bila infeksi mengenai korda tendinae maka dapat terjadi ruptur yang mengakibatkan terjadinya kebocoran katub.


Pembentukan trombus yang mengandung kuman dan kemudian lepas dari endokard merupakan gambaran yang khas pada endokarditis infeksi. Besarnya emboli bermacam-macam. Emboli yang disebabkan jamur biasanya lebih besar, umumnya menyumbat pembuluh darah yang besar pula. Tromboemboli yang terinfeksi dapat teranggkut sampai di otak, limpa, ginjal, saluran cerna, jantung, anggota gerak, kulit, dan paru. Bila emboli menyangkut di ginjal. akan meyebabkan infark ginjal, glomerulonepritis. Bila emboli pada kulit akan menimbulkan rasa sakit dan nyeri tekan.





Gejala-gejala


Sering penderita tidak mengetahui dengan jelas. Sejak kapan penyakitnya mulai timbul , misalnya sesudah cabut gigi, mulai kapan demam, letih-lesu, keringat malam banyak, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, sakit sendi, sakit dada, sakit perut, hematuria, buta mendadak, sakit pada ekstremitas (jari tangan dan kaki), dan sakit pada kulit.





Gejala umum


Demam dapat berlangsung terus-menerus retermiten / intermiten atau tidak teratur sama sekali. Suhu 38 - 40 C terjadi pada sore dan malam hari, kadang disertai menggigil dan keringat banyak. Anemia ditemukan bila infeksi telah berlangsung lama. pada sebagian penderita ditemukan pembesaran hati dan limpha.


Gejala Emboli dan Vaskuler


Ptekia timbul pada mukosa tenggorok, muka dan kulit (bagian dada). umumya sukar dibedakan dengan angioma. Ptekia di kulit akan berubah menjadi kecoklatan dan kemudian hilang, ada juga yang berlanjut sampai pada masa penyembuhan. Emboli yang timbul di bawah kuku jari tangan (splinter hemorrhagic).


Gejala Jantung


Tanda-tanda kelainan jantung penting sekali untuk menentukan adanya kelainan katub atau kelainan bawaan seperti stenosis mitral, insufficiency aorta, patent ductus arteriosus (PDA), ventricular septal defect (VCD), sub-aortic stenosis, prolap katub mitral. Sebagian besar endocarditis didahului oleh penyakit jantung, tanda-tanda yang ditemukan ialah sesak napas, takikardi, palpasi, sianosis, atau jari tabuh (clubbing of the finger). Perubahan murmur menolong sekali untuk menegakkan diagnosis, penyakit yang sudah berjalan menahun, perubahan murmur dapat disebabkan karena anemia . Gagal jantung terjadi pada stadium akhir endokarditis infeksi, dan lebih sering terjadi pada insufisiensi aorta dan insufisiensi mitral, jarang pada kelainan katub pulmonal dan trikuspid serta penyakit jantung bawaan non valvular .





Endokarditis infeksi akut


Infeksi akut lebih sering timbul pada jantung yang normal, berbeda dengan infeksi sub akut, penyakitnya timbul mendadak, tanda-tanda infeksi lebih menonjol, panas tinggi dan menggigil, jarang ditemukan pembesaran limfa, jari tabuh, anemia dan ptekia . Emboli biasanya sering terjadi pada arteri yang besar sehingga menimbulkan infark atau abses pada organ bersangkutan. Timbulnya murmur menunjukkan kerusakan katub yang sering terkena adalah katub trikuspid berupa kebocoran, tampak jelas pada saat inspirasi yang menunjukkan gagal jantung kanan, vena jugularis meningkat, hati membesar, nyeri tekan, dan berpulsasi serta udema. Bila infeksi mengenai aorta akan terdengar murmur diastolik yang panjang dan lemah. Infeksi pada aorta dapat menjalar ke septum inter ventricular dan menimbulkan abses. Abses pada septum dapat pecah dan menimbulkan blok AV . Oleh karena itu bila terjadi blok AV penderita panas tinggi, kemungkinan ruptur katub aorta merupakan komplikasi yang serius yang menyebabkan gagal jantung progresif. Infeksi katub mitral dapat menjalar ke otot papilaris dan menyebabkan ruptur hingga terjadi flail katub mitral.





Laboratorium


Leukosit dengan jenis netrofil, anemia normokrom normositer, LED meningkat, immunoglobulin serum meningkat, uji fiksasi anti gama globulin positf, total hemolitik komplemen dan komplemen C3 dalam serum menurun, kadar bilirubin sedikit meningkat.


Pemeriksaan umum urine ditemukan maka proteinuria dan hematuria secara mikroskopik. Yang penting adalah biakan mikro organisme dari darah . Biakan harus diperhatikan darah diambil tiap hari berturut-turut dua / lima hari diambil sebanyak 10 ml dibiakkan dalam waktu agak lama (1 - 3 minggu) untuk mencari mikroorganisme yang mungkin berkembang agak lambat. biakkan bakteri harus dalam media yang sesuai. NB: darah diambil sebelum diberi antibiotik . Biakan yang positif uji resistansi terhadap antibiotik.





Echocardiografi


Diperlukan untuk:


- Melihat vegetasi pada katub aorta terutama vegetasi yang besar ( > 5 mm)


- Melihat dilatasi atau hipertrofi atrium atau ventrikel yang progresif


- Mencari penyakit yang menjadi predisposisi endokarditis ( prolap mitral, fibrosis, dan calcifikasi katub mitral )


- Penutupan katub mitral yang lebih dini menunjukkan adanya destrruktif katub aorta dan merupakan indikasi untuk melakukan penggantian katub





Diagnosis


Diagnosis endokarditis infeksi dapat ditegakkan dengan sempurna bila ditemukan kelainan katub, kelainan jantung bawaan, dengan murmur , fenomena emboli, demam dan pembiakan darah yang positif. Diagnosis dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria diatas.


Endokarditis paska bedah dapat diduga bilamana terjadi panas, leukositosis dan anemia sesudah operasi kardiovaskuler atau operasi pemasangan katub jantung prostetik.





Pengobatan


Pemberian obat yang sesuai dengan uji resistensi dipakai obat yang diperkirakan sensitif terhadap mikroorganisme yang diduga. Bila penyebabnya streptokokus viridan yang sensitif terhadpa penicillin G , diberikan dosis 2,4 - 6 juta unit per hari selama 4 minggu, parenteral untuk dua minggu, kemudian dapat diberikan parenteral / peroral penicillin V karena efek sirnegis dengan streptomicin, dapat ditambah 0,5 gram tiap 12 jam untuk dua minggu . Kuman streptokokous fecalis (post operasi obs-gin) relatif resisten terhadap penisilin sering kambuh dan resiko emboli lebih besar oleh karena itu digunakan penisilin bersama dengan gentamisin yang merupakan obat pilihan. Dengan dosis penisilin G 12 - 24 juta unit/hari,dan gentamisin 3 - 5 mg/kgBB dibagi dalam 2 - 3 dosis. Ampisilin dapat dipakai untuk pengganti penisilin G dengan dosis 6 - 12 gr/hari . Lama pengobatan 4 minggu dan dianjurkan sampai 6 minggu. Bila kuman resisten dapat dipakai sefalotin 1,5 gr tiap jam (IV) atau nafcilin 1,5 gr tiap 4 jam atau oksasilin 12 gr/hari atau vankomisin 0,5 gram/6 jam, eritromisin 0,5 gr/8 jam lama pemberian obat adalah 4 minggu. Untuk kuman gram negatif diberikan obat golongan aminoglikosid : gentamisin 5 - 7 mg/kgBB per hari, gentamisin sering dikombinsaikan dengan sefalotin, sefazolia 2 - 4 gr/hari , ampisilin dan karbenisilin. Untuk penyebab jamur dipakai amfoterisin B 0,5 - 1,2 mg/kgB per hari (IV) dan flucitosin 150 mg/Kg BB per hari peroral dapat dipakai sendiri atua kombinasi. Infeksi yang terjadi katub prostetik tidak dapat diatasi oleh obat biasa, biasanya memerlukan tindakan bedah. Selain pengobatan dengan antibiotik penting sekali mengobati penyakit lain yang menyertai seperti : gagal Jantung . Juga keseimbangan elektrolit, dan intake yang cukup .

Pencegahan

Faktor predisposisi sebaiknya diobati (gigi yang rusak, karies,selulitis dan abses).

Askep Penyakit Jantung Bawaan

Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan adalah sekumpulan malformasi struktur jantung atau pembuluh darah besar yang telah ada sejak lahir. Penyakit jantung bawaan yang kompleks terutama ditemukan pada bayi dan anak. Apabila tidak dioperasi, kebanyakan akan meninggal waktu bayi. Apabila penyakit jantung bawaan ditemukan pada orang dewasa, hal ini menunjukkan bahwa pasien tersebut mampu melalui seleksi alam, atau telah mengalami tindakan operasi dini pada usia muda.

(IPD FKUI,1996 ;1134)

Pengertian

Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke VI pada janin yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi normal duktus tersebut menutup secara fungsional 10 – 15 jam setelah lahir dan secara anatomis menjadi ligamentum arteriosum pada usia 2 – 3 minggu. Bila tidak menutup disebut Duktus Arteriosus Persisten (Persistent Ductus Arteriosus : PDA). (Buku ajar kardiologi FKUI, 2001 ; 227)

Patent Duktus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus (arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah dari aorta tang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah. (Suriadi, Rita Yuliani, 2001; 235)

Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arteriosus setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi) ke dalam arteri pulmoner (tekanan lebih rendah). (Betz & Sowden, 2002 ; 375)




Etiologi

Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan :

Faktor Prenatal :

Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.

Ibu alkoholisme.

Umur ibu lebih dari 40 tahun.

Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.

Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.

Faktor Genetik :

Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.

Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.

Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.

Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.

(Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, 2001 ; 109)

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan oleh masalah-masalah lain yang berhubungan dengan prematur (misalnya sindrom gawat nafas). Tanda-tanda kelebihan beban ventrikel tidak terlihat selama 4 – 6 jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil mungkin asimptomatik, bayi dengan PDA lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif (CHF)

Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung

Machinery mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata terdengar di tepi sternum kiri atas)

Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / Nadi menonjol dan meloncat-loncat, Tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm Hg)

Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik

Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.

Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah

Apnea

Tachypnea

Nasal flaring

Retraksi dada

Hipoksemia

Peningkatan kebutuhan ventilator (sehubungan dengan masalah paru)

(Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236, Betz & Sowden, 2002 ; 376)

Pathways

Terlampir




Komplikasi

Endokarditis

Obstruksi pembuluh darah pulmonal

CHF

Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur)

Enterokolitis nekrosis

Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat nafas atau displasia bronkkopulmoner)

Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit

Hiperkalemia (penurunan keluaran urin.

Aritmia

Gagal tumbuh

(Betz & Sowden, 2002 ; 376-377, Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236)


Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan Konservatif : Restriksi cairan dan bemberian obat-obatan : Furosemid (lasix) diberikan bersama restriksi cairan untuk meningkatkan diuresis dan mengurangi efek kelebihan beban kardiovaskular, Pemberian indomethacin (inhibitor prostaglandin) untuk mempermudah penutupan duktus, pemberian antibiotik profilaktik untuk mencegah endokarditis bakterial.

Pembedahan : Pemotongan atau pengikatan duktus.

Non pembedahan : Penutupan dengan alat penutup dilakukan pada waktu kateterisasi jantung.

(Betz & Sowden, 2002 ; 377-378, Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236)

Pemeriksaan Diagnostik

Foto Thorak : Atrium dan ventrikel kiri membesar secara signifikan (kardiomegali), gambaran vaskuler paru meningkat

Ekhokardiografi : Rasio atrium kiri tehadap pangkal aorta lebih dari 1,3:1 pada bayi cukup bulan atau lebih dari 1,0 pada bayi praterm (disebabkan oleh peningkatan volume atrium kiri sebagai akibat dari pirau kiri ke kanan)

Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi aliran darah dan arahnya.

Elektrokardiografi (EKG) : bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar.

Kateterisasi jantung : hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih jauh hasil ECHO atau Doppler yang meragukan atau bila ada kecurigaan defek tambahan lainnya.

(Betz & Sowden, 2002 ;377)


Pengkajian

Riwayat keperawatan : respon fisiologis terhadap defek (sianosis, aktivitas terbatas)

Kaji adanya tanda-tanda gagal jantung, nafas cepat, sesak nafas, retraksi, bunyi jantung tambahan (machinery mur-mur), edera tungkai, hepatomegali.

Kaji adanya hipoksia kronis : Clubbing finger

Kaji adanya hiperemia pada ujung jari

Kaji pola makan, pola pertambahan berat badan

Pengkajian psikososial meliputi : usia anak, tugas perkembangan anak, koping yang digunakan, kebiasaan anak, respon keluarga terhadap penyakit anak, koping keluarga dan penyesuaian keluarga terhadap stress.

Diagnosa Keperawatan

Penurunan Curah jantung b.d malformasi jantung.

Gangguan pertukaran gas b.d kongesti pulmonal.

Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara pemakaian oksigen oleh tubuh dan suplai oksigen ke sel.

Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kelelahan pada saat makan dan meningkatnya kebutuhan kalori.

Resiko infeksi b.d menurunnya status kesehatan.

Perubahan peran orang tua b.d hospitalisasi anak, kekhawatiran terhadap penyakit anak.

Intervensi

Mempertahankan curah jantung yang adekuat :

Observasi kualitas dan kekuatan denyut jantung, nadi perifer, warna dan kehangatan kulit

Tegakkan derajat sianosis (sirkumoral, membran mukosa, clubbing)

Monitor tanda-tanda CHF (gelisah, takikardi, tachypnea, sesak, mudah lelah, periorbital edema, oliguria, dan hepatomegali)

Kolaborasi pemberian digoxin sesuai order, dengan menggunakan teknik pencegahan bahaya toksisitas.

Berikan pengobatan untuk menurunkan afterload

Berikan diuretik sesuai indikasi.

Mengurangi adanya peningkatan resistensi pembuluh paru:

Monitor kualitas dan irama pernafasan

Atur posisi anak dengan posisi fowler

Hindari anak dari orang yang terinfeksi

Berikan istirahat yang cukup

Berikan nutrisi yang optimal

Berikan oksigen jika ada indikasi




Mempertahankan tingkat aktivitas yang adekuat :

Ijinkan anak untuk sering beristirahat, dan hindarkan gangguan pada saat tidur

Anjurkan untuk melakukan permainan dan aktivitas ringan

Bantu anak untuk memilih aktivitas yang sesuai dengan usia, kondisi dan kemampuan anak.

Hindarkan suhu lingkungan yang terlalu panas atau terlalu dingin

Hindarkan hal-hal yang menyebabkan ketakutan / kecemasan pada anak




Memberikan support untuk tumbuh kembang

Kaji tingkat tumbuh kembang anak

Berikan stimulasi tumbuh kembang, kativitas bermain, game, nonton TV, puzzle, nmenggambar, dan lain-lain sesuai kondisi dan usia anak.

Libatkan keluarga agar tetap memberikan stimulasi selama dirawat




Mempertahankan pertumbuhan berat badan dan tinggi badan yang sesuai

Sediakan diit yang seimbang, tinggi zat-zat nutrisi untuk mencapai pertumbuhan yang adekuat

Monitor tinggi badan dan berat badan, dokumentasikan dalam bentuk grafik untuk mengetahui kecenderungan pertumbuhan anak

Timbang berat badan setiap hari dengan timbangan yang sama dan waktu yang sama

Catat intake dan output secara benar

Berikan makanan dengan porsi kecil tapi sering untuk menghindari kelelahan pada saat makan

Anak-anak yang mendapatkan diuretik biasanya sangat haus, oleh karena itu cairan tidak dibatasi.




Anak tidak akan menunjukkan tanda-tanda infeksi

Hindari kontak dengan individu yang terinfeksi

Berikan istirahat yang adekuat

Berikan kebutuhan nutrisi yang optimal




Memberikan support pada orang tua

Ajarkan keluarga / orang tua untuk mengekspresikan perasaannya karena memiliki anak dengan kelainan jantung, mendiskudikan rencana pengobatan, dan memiliki peranan penting dalam keberhasilan pengobatan

Ekplorasi perasaan orang tua mengenai perasaan ketakutan, rasa bersalah, berduka, dan perasaan tidak mampu

Mengurangi ketakutan dan kecemasan orang tua dengan memberikan informasi yang jelas

Libatkan orang tua dalam perawatan anak selama di rumah sakit

Memberikan dorongan kepada keluarga untuk melibatkan anggota keluarga lain dalama perawatan anak.




Hasil Yang Diharapkan

Anak akan menunjukkan tanda-tanda membaiknya curah jantung

Anak akan menunjukkan tanda-tanda tidak adanya peningkatan resistensi pembuluh paru

Anaka akan mempertahankan tingkat aktivitas yang adekuat

Anak akan tumbuh sesuai dengan kurva pertumbuhan berat dan tinggi badan

Anaka akan mempertahankan intake makanan dan minuman untuk mempertahankan berat badan dan menopang pertumbuhan

Anak tidak akan menunjukkan tanda-tanda infeksi

Orang tua akan mengekspresikan perasaannya akibat memiliki anak dengan kelainan jantung, mendiskusikan rencana pengobatan, dan memiliki keyakinan bahwa orang tua memiliki peranan penting dalam keberhasilan pengobatan.




Perencanaan Pemulangan

Kontrol sesuai waktu yang ditentukan

Jelaskan kebutuhan aktiviotas yang dapat dilakukan anak sesuai dengan usia dan kondisi penyakit

Mengajarkan ketrampilan yang diperlukan di rumah, yaitu :

Teknik pemberian obat

Teknik pemberian makanan

Tindakan untuk mengatasi jika terjadi hal-hal yang mencemaskan tanda-tanda komplikasi, siapa yang akan dihubungi jika membutuhkan pertolongan.

Perkembangan menurut Denver

Pengertian

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 1997).


Perkembangan Menurut Denver II

Denver II adalah revisi utama dari standardisasi ulang dari Denver Development Screening Test (DDST) dan Revisied Denver Developmental Screening Test (DDST-R). Adalah salah satu dari metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak. Tes ini bukan tes diagnostik atau tes IQ. Waktu yang dibutuhkan 15-20 menit.

a. Aspek Perkembangan yang dinilai

Terdiri dari 125 tugas perkembangan.

Tugas yang diperiksa setiap kali skrining hanya berkisar 25-30 tugas

Ada 4 sektor perkembangan yang dinilai:

1) Personal Social (perilaku sosial)

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.

2) Fine Motor Adaptive (gerakan motorik halus)

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat.

3) Language (bahasa)

Kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan

4) Gross motor (gerakan motorik kasar)

Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.

b. Alat yang digunakan

Ø Alat peraga: benang wol merah, kismis/ manik-manik, Peralatan makan, peralatan gosok gigi, kartu/ permainan ular tangga, pakaian, buku gambar/ kertas, pensil, kubus warna merah-kuning-hijau-biru, kertas warna (tergantung usia kronologis anak saat diperiksa).

Ø Lembar formulir DDST II

Ø Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara melakukan tes dan cara penilaiannya.

c. Prosedur DDST terdiri dari 2 tahap, yaitu:

1) Tahap pertama: secara periodik dilakukan pada semua anak yang berusia:

3-6 bulan

9-12 bulan

18-24 3-24 bln


3 tahun

4 tahun

5 tahun

2) Tahap kedua: dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan perkembangan pada tahap pertama. Kemudian dilanjutkan dengan evaluasi diagnostik yang lengkap.

d. Penilaian

Jika Lulus (Passed = P), gagal (Fail = F), ataukah anak tidak mendapat kesempatan melakukan tugas (No Opportunity = NO).


CARA PEMERIKSAAN DDST II

§ Tetapkan umur kronologis anak, tanyakan tanggal lahir anak yang akan diperiksa. Gunakan patokan 30 hari untuk satu bulan dan 12 bulan untuk satu tahun.

§ Jika dalam perhitungan umur kurang dari 15 hari dibulatkan ke bawah, jika sama dengan atau lebih dari 15 hari dibulatkan ke atas.

§ Tarik garis berdasarkan umur kronologis yang memotong garis horisontal tugas perkembangan pada formulir DDST.

§ Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang P dan berapa yang F.

§ Berdasarkan pedoman, hasil tes diklasifikasikan dalam: Normal, Abnormal, Meragukan dan tidak dapat dites.

1) Abnormal

a) Bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor atau lebih

b) Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan Plus 1 sektor atau lebih dengan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tersebut tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia .

2) Meragukan

a) Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih

b) Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.

3) Tidak dapat dites

Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal atau meragukan.

4) Normal

Semua yang tidak tercantum dalam kriteria di atas.

Pada anak-anak yang lahir prematur, usia disesuaikan hanya sampai anak usia 2 tahun:

Contoh perhitungan anak dengan prematur:

An. Lula lahir prematur pada kehamilan 32 minggu, lahir pada tanggal 5 Agustus 2006. Diperiksa perkembangannya dengan DDST II pada tanggal 1 April 2008. Hitung usia kronologis An. Lula!

Diketahui:

Tanggal lahir An. Lula : 5-8-2006

Tanggal periksa : 1-4-2008

Prematur : 32 minggu

Ditanyakan:

Berapa usia kronologis An. Lula?

Jawab:

2008 – 4 – 1 An. Lula prematur 32 minggu

2006 – 8 – 5 Aterm = 37 minggu

_________ - Maka 37 – 32 = 5 minggu

1 – 7 -26

Ø Jadi usia An. Lula jika aterm (tidak prematur) adalah 1 tahun 7 bulan 26 hari atau

1 tahun 8 bulan atau 20 bulan


Usia tersebut dikurangi usia keprematurannya yaitu 5 minggu X 7 hari = 35 hari, sehingga usia kronologis An. Lula untuk pemeriksaan DDST II adalah:

Ø 1 tahun 7 bulan 26 hari – 35 hari = 1 tahun 6 bulan 21 hari

Atau

1 tahun 7 bulan atau 19 bulan


Interpretasi dari nilai Denver II

Ø Advanced

Melewati pokok secara lengkap ke kanan dari garis usia kronologis (dilewati pada kurang dari 25% anak pada usia lebih besar dari anak tersebut)

Ø OK

Melewati, gagal, atau menolak pokok yang dipotong berdasarkan garis usia antara persentil ke-25 dan ke-75

Ø Caution

Gagal atau menolak pokok yang dipotong berdasarkan garis usia kronologis di atas atau diantara persentil ke-75 dan ke-90

Ø Delay

Gagal pada suatu pokok secara menyeluruh ke arah kiri garis usia kronologis; penolakan ke kiri garis usia juga dapat dianggap sebagai kelambatan, karena alasan untuk menolak mungkin adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas tertentu

Interpretasi tes

Ø Normal

Tidak ada kelambatan dan maksimum dari satu kewaspadaan

Ø Suspect

Satu atau lebih kelambatan dan/ atau dua atau lebih banyak kewaspadaan

Ø Untestable

Penolakan pada satu atau lebih pokok dengan lengkap ke kiri garis usia atau pada lebih dari satu pokok titik potong berdasarkan garis usia pada area 75% sampai 90%


Rekomendasi untuk rujukan tes Suspect dan Untestable:

Skrining ulang pada 1 sampai 2 minggu untuk mengesampingkan faktor temporer