Tuesday, September 30, 2008

ASKEP TRAUMA SALURAN KEMIH

a. TRAUMA BLADDER

A. Definisi

Trauma tumpul atau penetrasi perlukaan pada bladder yang mungkin dapat/tidak dapat menyebabkan ruptur bladder. Trauma bladder sering berhubungan dengan kecelakaan mobil saat sabuk pengaman menekan bladder, khususnya bladder yang penuh.





B. Etiologi dan faktor resiko

Kandung kencing yang penuh dengan urine dapat mengalami rupture oleh tekanan yang kuat pada perut bagian bawah. Cidera ini umumnya terjadi karena pemakaian sabuk pengaman pada klitis.





Manifestasi klinik



Trauma bladder selalu menimbulkan nyeri pada abdomen bawah dan hematuria. Jika klien mempunyai riwayat trauma pada abdomen, itu merupakan faktor predisposisi trauma bladder. Klien dapat menunjukkan gejala kesulitan berkemih.



Test diagnostik pada trauma bladder meliputi IVP dengan lateral views atau CT scan saat bladder kosong dan penuh, atau csytogram. Jika darah keluar dari meatus, disrupsi uretral mungkin telah terjadi. Pada kasus ini, klien tidak boleh dikateterisasi sampai dilitis.





C. Manifestasi klinik

Trauma bladder selalu menimbulkan nyeri pada abdomen bawah dan hematuria. Jika klien mempunyai riwayat trauma pada abdomen, itu merupakan faktor predisposisi trauma bladder. Klien dapat menunjukkan gejala kesulitan berkemih.



Test diagnostik pada trauma bladder meliputi IVP dengan lateral views atau CT scan saat bladder kosong dan penuh, atau csytogram. Jika darah keluar dari meatus, disrupsi uretral mungkin telah terjadi. Pada kasus ini, klien tidak boleh dikateterisasi sampai disrupsi tersebut teratasi.





D. Manajemen medis

Tindakan pertama pada trauma bladder adalah insersi kateter foley atau kateter suprapubik untuk memonitor hematuria dan menjaga agar bladder tetap kosong sampai sembuh. Cidera karena contusio atau perforasi kecil dapat diperbaiki dengan pembedahan.





E. Manajemen keperawatan

Pengkajian terhadap klien yang dicurigai mengalami trauma bladder merupakan hal yang penting. Perawat harus selalu memonitor urine output klien untuk mengetahui jumlah atau adanya hematuria. Perawat harus mencatat penurunan urine output yang berhubungan dengan intake cairan klien. Insersi kateter harus dilakukan secara hati-hati pada klien yang dicurigai mengalami trauma bladder.





F. Manajemen keperawatan pada klien bedah

Pada pasien post operative, perawat harus mempertahankan drainase urine untuk mencegah tekanan pada jaritan kandung kemih. Karena klien memakai cateter uretra atau suprapubik maka penting diberikan informasi kepada klien tentang perawatan kateter. Kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan perawatan dirinya harus ditingkatkan sehingga mampu merawat dirinya di rumah. Rujuk untuk perawatan setelah keteter dicabut. Berikan pula informasi mengenai latihan untuk memulihkan fungsi otot-otot kandung kemih.





b. TRAUMA URETRA

Uretra, sama seperti bladder, dapat mengalami cidera/trauma karena fraktur pelvic. Terjatuh dengan benda membentur selangkangan (stradle injury) dapat menyebabkan contusio dan laserasi pada uretra. Misalnya saat jatuh dari sepeda. Trauma dapat juga terjadi saat intervensi bedah. Luka tusuk dapat pula menyebabkan kerusakan pada uretra.





Kerusakan uretra ini diindikasikan bila pasien tidak mampu berkemih, penurunan pancaran urine, atau adanya darah pada meatus. Karena kerusakan uretra, saat urine melewati uretra, proses berkemih dapat menyebabkan ekstravasasi saluran urine yang menimbulkan pembengkakan pada scrotum atau area inguinal yang mana akan menyebabkan sepsis dan nekrosis. Darah mungkin keluar dari meatus dan mengekstravasasi jaringan sekitarnya sehingga menyebabkan ekimosis. Komplikasi dari trauma uretra adalah terjadinya striktur uretra dan resiko impotent. Impotensi terjadi karena corpora kavernosa penis, pembuluh darah, dan suplay syaraf pada area ini mengalami kerusakan.



Penatalaksanaan trauma uretra meliputi pembedahan dengan pemakaian kateter uretra atau suprapubik sebelum sembuh, atau pemasangan kateter uretra/suprapubik dan membiarkan urethra sembuh sendiri selama 2 – 3 minggu tanpa pembedahan. Selama periode tersebut pasien dimonitor untuk terjadinya infeksi atau ekstravasasi urine.





TRAUMA URETER



Lokasi ureter berada jauh di dalam rongga abdomen dan dilindungi oleh tulang dan otot, sehingga cidera ureter karena trauma tidak umum terjadi. Cidera pada ureter kebanyakan terjadi karena pembedahan. Perforasi dapat terjadi karena insersi intraureteral kateter atau instrumen medis lainnya. Luka tusuk dan tembak juga dapat juga membuat ureter mengalami trauma. Dan meskipun tidak umum, tumbukan atau decelerasi tiba-tiba seperti pada kecelakaan mobil dapat merusak struktur ureter. Tindakan kateterisasi ureter yang menembus dinding ureter atau pemasukan zat asam atau alkali yang terlalu keras dapat juga menimbulkan trauma ureter.



Trauma ini kadang tidak ditemukan sebelum manifestasi klinik muncul. Hematuria dapat terjadi, tapi indikasi umum adalah nyeri pinggang atau manifestasi ekstravasasi urine. Saat urine merembes masuk ke jaringan, nyeri dapat terjadi pada abdomen bagian bawah dan pinggang. Jika ekstravasasi berlanjut, mungkin terjadi sepsis, ileus paralitik, adanya massa intraperitoneal yang dapat diraba, dan adanya urine pada luka terbuka. IVP dan ultrasound diperlukan untuk mendiagnose trauma ureter ini. Pembedahan merupakan tindakan utama untuk memperbaiki kerusakan, mungkin dengan membuat anastomosis. Kadang-kadang prosedur radikal seperti uterostomy cutaneus, transureterotomy, dan reimplantasi mungkin dilakukan.





DIAGNOSA PERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL (Post operatif)



1. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya stoma, aliran/rembesan urine dari stoma, reaksi terhadap produk kimia urine.



2. Gangguan body image berhubungan dengan adanya stoma, kehilangan kontrol eliminasi urine, kerusakan struktur tubuh ditandai dengan menyatakan perubahan terhadap body imagenya, kecemasan dan negative feeling terhadap badannya.



3. Nyeri berhubungan dengan disrupsi kulit/incisi/drains, proses penyakit (cancer/trauma), ketakutan atau kecemasan ditandai dengan menyatakan nyeri, kelelahan, perubahan dalam vital signs.



4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan inadekuatnya pertahanan tubuh primer (karena kerusakan kulit/incisi, refluk urine).



5. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan trauma jaringan, edema postoperative ditandai dengan urine output sedikit, perubahan karakter urine, retensi urine.



6. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan gangguan struktur body dan fungsinya, response pasangan yang tidak adekuat, disrupsi respon seksual misalnya kesulitan ereksi.



7. Deficit pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kehilangan kemampuan untuk menangkap informasi, misinterpretasi terhadap informasi ditandai dengan menyatakan miskonsepsi/misinterpretasi, tidak mampu mengikuti intruksi secara adekuat.




Posted by Qittun at Wednesday, August 13, 2008



Aug
13ASUJAN KEPERAWATAN DENGAN STRIKTUR URETRA
Labels: Asuhan Keperawatan | 0 comments

Berdasarkan Etiologinya

Striktur dibagi dalam 3 jenis, Yaitu stirktur konginetal, striktur traumatik dan stritur akibat infeksi.

Striktur Uretra Kongenital

Sering terjadi di Fosa nafikularis dan Pars membranasea, sifat striktur ini adalah stationer.

Striktur Uretra Traumatik

Trauma pada daerah kemaluan dapat menyebabkan ruptura uretra. Timbul Striktur traumatik dalam waktu satu bulan. Striktur akibat trauma lebih progresif dari pada striktur akibat infeksi. Pada ruptura uretra ditemukan hematuri gross.

Striktur akibat Infeksi

Jenis ini biasanya disebabkan oleh infeksi Veneral. Timbulnya lebih lambat dari pada triktur traumatik.

Gambaran Klinik :



Pancaran kecil, lemah dan sering disertai mengejan, biasanya karena ada retensio urin serta timbul gejala-gejala sistitis. Gejala ini timbul perlahan-lahan selama beberapa bulan atau bertahun-tahun , apa bila satu hari pancaran normal kemudian hari berikutnya pancaran kecil dan lemah jangan dipikirkan striktur uretra tetapi ke arah batu buli-buli yang turun ke uretra.







Diagnosis :



Dengan anamnesis yang baik, diagnosa striktura uretra dapat ditegakkan. Apalagi bila ada riwayat infeksi veneral atau “Straddle Injury”. Diagnosis dapat ditegakkan dengan Uretrosistograf. Ke dalam lumen uretra dimasukkan zat kontras, kemudian difoto sehingga dapat dilihat seluruh saluran uretra dan buli-buli ; dari foto tersebut dapat ditentukan :

1. Lokasi striktur : terletak proksimal atau distal dari sphincter , sebab ini penting untuk tindakan operasi

2. Besar kecilnya striktur

3. Panjang striktur

4. Jenis strikturnya



ASUHAN KEPERAWATAN





Pengkajian :



Inspeksi :



· Memeriksa uretra dari bagian meatus dan jaringan sekitarnya

· Observasi adanya penyempitan, perdarahan, mukus atau cairan purulent ( nanah )

· Observasi kulit dan mukosa membran disekitar jaringan

· Perhatikan adanya lesi hiperemi atau keadaan abnormal lainnya pada penis, scrotom, labia dan orifisium Vagina.

· Iritasi pada uretra ditunjukan pada klien dengan keluhan ketidak nyamanan pada saat akan mixi.

Pengkajian Psikososial :



· Respon emosional pada penderita sistim perkemihan, yaitu : menarik diri, cemas, kelemahan, gelisah, dan kesakitan.

· Respon emosi pada pada perubahan masalah pada gambaran diri, takut dan kemampuan seks menurun dan takut akan kematian.

Pengkajian Diagnostik



· Sedimen urine untuk mengetahui partikel-partikel urin yaitu sel, eritrosit, leukosit, bakteria, kristal, dan protein.

· Urine kultur

Diagnosa Perawatan yang sering timbul:



1. Nyeri sehubungan dengan penyempitan pada uretra

2. Potensial infeksi sehubungan dengan luka trauma pada uretra

3. Potensial infeksi sehubungan dengan faktor resiko obstruksi

4. Cemas sehubungan dengan ketidaknyamanan pada proses miksi dan fungsi seksual menurun.

5. Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi ntuk mencegah terjadi sakit yang berulang.





1. Intervensi
Independent:

· Tingkatkan mkemampuan pada : Hygiene perorangan, eliminasi, dan pergerakkan.

· Jelaskan tentang pentingnya kebersihan kelamin (pada wanita catat bila terjadi kelainan pada vagina).

· Hindari penggunaan bedak pada kelamin.

· Jelaskan tehnik penanmpungan urine bila terjadi gangguan ( perdarahan )

· Bila perlu disarankan untuk sirkumsisi.

Rasional : Untuk mencegah terjadinya infeksi dan injuri.

· Ganti alat tenun secara periodik.

Rasional: Meningkatkan relaksasi keyamanan pada saat bedrest.

· Observasi tanda-tanda vital.

Rasional : Syok neurogenik terjadi akibat nyeri berlebihan, tanda-tanda vital merupakan deteksi dini dari tanda-tanda syok.



· Bantu aktifitas jika diperlukan (turun dari tempat tidur, pergerakkan, dan lain-lain)

a. Rasional : Mencegah terjadinya cedera
· Mengatasi kecemasan

Rasional : Dengan mengurangi rasa cemas dapat membantu proses penyembuhan.



Kolaborasi :



Berikan obat-obatan : analgetik, untuk mengatasi nyeri

Rasional : Obat-obat narkotik, analgetik : Oxybutimin cloride (diazepam) dan propantelin bromid (pro-banthin)



DAFTAR PUSTAKA


Purnawan Junadi, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke 2. Media Aeskulapius, FKUI 1982.

Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990.

Sylvia Anderson Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa Adji Dharma, Edisi II.

Marllyn E. Doengoes, Nursing Care Plan, Fa. Davis Company, Philadelpia, 1987.

No comments: